Mengurus jual beli tanah belum bersertifikat, patuhi aturan berikut. Hal mendasar yang harus calon pembeli pastikan adalah status yang melatar belakangi mengapa tanah belum bersetifikat.
Umumnya tanah girik hanya memiliki dokumen penguasaan lahan. Sebaiknya hindari membeli tanah yang menjadi konflik atau sengketa. Jual beli tanah belum bersertifikat sudah jarang ada di perkotaan.
Sebenarnya disebut belum bersertifikat bukan berarti pemilik tidak mempunyai landasan hukum. Dokumen yang dimiliki memang belum berstatus kepemilikan tanah melainkan hak atas penguasaan tanah. Untuk meningkatkan status menjadi pemilik maka harus mengurus permohonan di kantor pertanahan.
Mengurus Jual Beli Tanah Belum Bersertifikat, Wajib Patuhi Aturan Berikut
Mengurus jual beli tanah belum bersertifikat, wajib patuhi aturan berikut. Hal pertama yang perlu calon pembeli garis bawahi adalah resiko yang dihasilkan.
Membeli tanah dengan status belum menjadi kepemilikan dapat menimbulkan beragam masalah karena tidak kuat secara hukum.
Walaupun beresiko, tetapi dapat diatasi dengan memiliki pengetahuan yang cukup, agar transaksi tersebut aman.
Sumber: coralpi.com
Masalah yang seringkali terjadi dalam proses jual beli tanah belum bersertifikat. Lantaran pembeli tidak memeriksa sendiri status dan keabsahan dokumen.
Mempercayakan proses seluruhnya pada pihak ke-3, memang terlihat lebih mudah dan efisien. Hanya saja tidak semua perantara mau bekerja jujur, ada banyak yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi.
Disamping menggunakan jasa perantara, pembeli pun harus aktif mencari berbagai informasi seputar tanah yang dijual atau dibeli. Mulai dari bertanya pada warga sekitar, RT/RW, kantor kelurahan, hingga mendatangi kator pertanahan tempat sertifikat tercatat.
Walaupun terkesan banyak upaya, tetapi langkah ini memang diperlukan agar menghindari terjerat masakah di kedepannya.
Membeli tanah yang belum dilengkapi sertifikat, bisa juga dijadikan sebagai lahan investasi.
Biasanya pemegang sertifikat hak penguasaan tanah ingin menjual tanah tersebut, lantaran didesak situasi keuangan atau karena memang tidak berniat menggunakan lahan tersebut (warisan).
Bagi yang memiliki budget membeli tanah yang terbatas, tanah girik bukanlah alternatif yang buruk.
Berdasarkan UU No. 5 Thn 1960 tentang UUPA – Pokok-pokok Agraria, dibutuhkan sertifikat agar seseorang bisa mengakui suatu properti menjadi miliknya.
Karena harga pasaran jual beli tanah belum bersertifikat lebih murah. Pembeli dapat mempergunakan dana yang tersisa untuk melakukan pengurusan dokumen menjadi hak milik.
Baca juga: Jual Beli Tanah Pakai Notaris? Ini Biaya yang Harus Anda Siapkan
Jenis Tanah yang Belum Bersertifikat
Walaupun dikatakan dapat melakukan transaksi jual beli tanah belum bersertifikat, faktanya ada sejumlah jenis tanah yang memang tidak dapat di jual karena statusnya.
Informasi ini dirasa penting untuk mayarakat ketahui, terlebih untuk para calon pembeli lahan.
Tanah dengan Hak Sewa Atas Tanah untuk Bangunan
Tanah dengan stastus ini hanya mendapatkan legalitas sebatas menyewa tanah milik orang lain untuk mendirikan bangunan. Nantinya pemilik bangunan secara berkala wajib melakukan pembayaran atas sewa tanah kepada pemilik sahnya. Aktivitas ini juga memiliki landasan hukum yaitu UUPA pasal 44-45.
Tanah Bekas Hak Barat
Tanah berstatus ini merupakan seperti tanah Eigendoom Verponding, yang merupakan produk hukum hasil zaman kolonial untuk menyatakan kepemilikan seseorang terhadap sebidang tanah.
Berdasarkan UU No 5 tahun 1960 tentang UUPA, tanah masih harus dikonversi mengikuti status hak tanah yang berlaku dengan hukum saat ini.
Karenanya meski memiliki sertifikat namun belum dikonversi, status transaksinya adalah belum bersertifikat.
Undang-undang tidak menyebutkan tata cara pemilik dalam melaksanakan proses konversi tanah.
Kebanyakan tanah dengan status bekas hak barat masih belum berubah, lantaran masyarakat tidak mengetahui ketentuan ini.
Tanah Swapraja
Merupakan tanah yang sebelumnya dimiliki oleh pemrintah daerah. Masyarakat yang tinggal atau memiliki tanah dengan status ini harus mengajukan permintaan akan setifikat tanah pada BPN. Sebelum memperoleh dokumen tersebut maka statusnya masih tanpa sertifikat kepemilikan pribadi.
Tanah Milik Adat
Jenis tanah yang belum bersertifikat kepemilikan lainnya adalah tanah milik adat. Pemilik memerlukan akta peralihan hak. Landasan hukum untuk pengubahan status tanah ini adalah PP No.10 Thn 1961 tentang pendaftaran tanah di daerah. Dimana hak milik tanah adat harus mengikuti proses konversi.
Tanah Negara
Tanah milik negara harus memiliki dokumen yang disahkan oleh notaris, sebagai bukti pengalihan penguasaan kepemilikan tanah kepada pemilik yang baru.
Selain itu pemilik tanah negara juga harus memilik bukti pembayaran lainnya secara lengkap, jika sewaktu-waktu memang dibutuhkan.
Seperti kwitansi jual beli tanah yang belum bersertifikat, surat yang di buat sebelum proses legalisasi yang berlaku di masyarakat.
Baca juga: Panduan Cara Membuat Akta Jual Beli Tanah [Lengkap]
Cara Jual Beli Tanah Belum Bersertifikat
Jual beli tanah belum bersertifikat tetap bisa dilakukan pengoperan hak sesuai dengan status tanah masing-masing. Jika memang status tanah membutuhka tahap penkonversian, maka kedua belah pihak harus mentaati ketentuan yang berlaku.
Disamping itu jual beli tanah yang belum bersertifikat, namun memegang bukti seperti surat girk dan sejenisnya. Bisa menggunakan jasa notaris untuk melakukan perubahan hak. Akta notaris dari Sabang sampai Merauke berlaku juga untuk seluruh wilayah hukum di Indonesia.
Tidak ada larangan bagi pembeli melakukan proses SPH di Surabaya untuk tanah yang ada di Bali. Status tanah yang sudah memiliki AJB dan SPH maka bisa mengajukan permohonan hak pada kantor pejabat pertanahan setempat. Proses ini harus menyesuaikan dimana tanah tersebut berada.
Jual Beli Tanah Belum Bersertifikat dengan AJB
Jual beli tanah belum bersertifikat bisa menimbulkan konflik internal antara pemilik dengan pihak yang bisa jadi mengakui turut memiliki hak. Imbasnya dapat datang kepada pembeli tanah.
Jika pada masa lampau proses pembelian sebidang tanah bisa melalui kesepakatan lisan dan sistem kepercayaan. Hal tersebut tidak relevan lagi untuk diterapkan pada masa sekarang.
Jual beli tanah yang belum bersertifikat harus melewati proses peralihan hak atas tanah dihadapan pejabat yang berwenang. Pembayaran pun harus diselesaikan hingga lunas, sebelum proses alih hak dilakukan.
Akta jual beli atau AJN merupakan bentuk legalitas hak dari pembelian status tanah girik, dan transaksi perorangan dengan perorangan yang merupakan warga negara Indonesia.
AJB nantinya akan dibuat melibatkan Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT yang berada di satu daerah atau setidaknya tingkat dua dari lokasi tanah tersebut.
Namun jika jual beli tanah belum berserifikat di daerah tersebut tidak ada PPAT, maka AJB juga bisa dibuatkan oleh kecamatan setempat. Karena camat berfungsi juga sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah sementara.
Jual Beli Tanah Belum Bersertifikat dengan SPH
Jual beli tanah ini dilakukan antara perorangan dengan badan usaha tidak membutuhkan jasa PPAT.
Pelepasan hak atas tanah harus dilakukan melalui notaris. Proses ini dapat dilakukan lantaran status tanah yang memang harus disempurnakan setelah terjadi transaksi jual beli.
Jual beli tanah belum bersertifikat dimana pembelinya merupakan perusahaan maka bukti kepemilikannya berupa SPH.
Pejabat notarislah yang berwenang melakukan proses pengalihan hak tanah, nantinya selama proses berlangsung tanah akan kembali berstatus sebagai tanah negara.
Oleh karena itu pejabat notaris yang bertugas melegalisasikan dokumen kepemilikan.
Pada saat mengajukan pelepasan hak tanah, pemohon wajib melampirkan surat pernyataan pelepasan hak tanpa dibawah tekanan apapun atau siapapun. Proses ini legal dan memiliki landasan hukumnya, yaitu UU No.5 Thn 1960 pada pasal 27, 34 dan pasal 40