Bisnis Properti Syariah: Prospek dan Trik Memulainya

by

|

|

Bisnis properti adalah usaha yang bergerak di bidang kepemilikan properti, seperti bangunan, tanah, dan segala sarana prasarananya. Dalam bisnis ini, bangunan, tanah dan sarana prasarananya merupakan benda yang bisa menjadi aset dan menjadi hak milik bagi pemiliknya. Dalam pelaksanaannya, terdapat dua sistem yang familiar di Indonesia, yaitu bisnis properti konvensional dan bisnis properti syariah. Namun bisnis properti jenis inimememilki prospek yang cukup menjanjikan

Saat ini, bisnis properti berkonsep syariah mulai banyak diminati. Bahkan, bisnis ini diprediksi akan semakin diminati di masa yang akan datang. Selain karena akad-akadnya yang sesuai dengan syariah Islam, properti syariah juga sangat membantu bagi anda yang ingin terbebas dari riba. Lalu, bagaimana skema syariah dalam bisnis properti dan cara memulainya? Apa perbedaan serta kelebihan dan kekurangannya dibanding bisnis properti konvensional? Berikut ulasannya.

Pengertian

Secara garis besar, properti syariah adalah jenis properti yang sistem transaksinya dilakukan sesuai dengan syariah Islam. Hunian ini sesuai dengan ajaran Islam, yang mana terdapat pelarangan transaksi yang mengandung unsur riba. Bahkan, di beberapa agama lain juga terdapat ajaran tersebut. Jadi, properti syariah dapat dimiliki bagi siapapun yang menginginkan properti bebas riba. 

Hal ini berbeda dengan sistem bisnis properti konvensional. Bisnis properti konvensional merupakan bisnis properti pada umumnya yang melibatkan tiga pihak, yaitu pengembang, bank, dan konsumen. Dalam praktiknya, bisnis ini dianggap mengandung riba oleh para pelaku bisnis properti syariah.

Skema Bisnis Syariah dan Properti

bisnis properti syariah

Dalam bisnis properti berwujud syariah, terdapat istilah akad ‘istishna’. Dilansir dari OJK, Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/mustashni’) dan penjual (pembuat/shani’) properti syariah.

Jika pembeli ingin membeli properti syariah, maka anda bisa memesan terlebih dahulu. Kemudian anda bisa memilih sistem pembayarannya antara tunai maupun cicilan. Ada juga pihak developer yang menerapkan skema jual beli, dimana rumah yang diinginkan oleh konsumen sudah tersedia (ready stock). Pembeli tinggal memilih sistem pembayaran antara tunai atau dicicil.

Saat melakukan kesepakatan di awal, pihak developer akan memberikan harga properti yang sifatnya tetap, atau nilainya tidak akan berubah. Hal ini tentu berbeda dengan sistem bisnis properti konvensional yang harganya mengikuti suku bunga yang sedang berlaku.

Perbedaan Bisnis Syariah dan Bisnis Konvensional dalam Properti

Hal yang harus dipahami sebelum memulai bisnis properti ala syariah adalah mengetahui perbedaanya dengan bisnis properti konvensional. Berikut perbedaan antara bisnis properti dalam koridor syariah dan konvensional.

1. Pihak yang Terlibat

bisnis properti syariah

Dalam bisnis properti konvensional melibatkan tiga pihak, yaitu pengembang, bank, dan konsumen. Hal ini berbeda dengan konsep bisnis properti dengan konsep syariah yang hanya melibatkan pengembang dan konsumen langsung tanpa pihak ketiga. Namun, banyak juga pengembang properti syariah yang melibatkan lembaga keuangan syariah sebagai mediator untuk keperluan tertentu. Terutama jika pembeli memilih untuk membayar dengan sistem kredit atau cicil.

2. Sistem Transaksi

Bisnis properti dalam ranah syariah mengutamakan akad atau perjanjian pada transaksinya. Beberapa jenis akad yang dikenal dalam sistem properti syariah di antaranya yaitu murabahah (jual-beli), ijarah (sewa), ijarah muntahiya (sewa beli), dan musyarakah mutanaqishah (kepemilikan bertahap). Sementara sistem transaksi pada bisnis properti konvensional hanya mengenal satu perjanjian, yaitu jual-beli.

3. Administrasi

Untuk administrasi dalam bisnis properti ala syariah, pengembang menawarkan kemudahan dalam transaksi proses jual beli. Biasanya, pembeli tidak diharuskan melalui BI checking atau pemeriksaan riwayat pinjaman oleh Bank Indonesia. Sehingga siapapun dapat membeli properti syariah.

Perbedaannya dengan sistem properti konvensional yaitu, pembeli harus melalui proses BI checking terlebih dahulu sebelum melakukan transaksi jual beli properti.

4. Pembayaran Tanpa Bunga dan Denda

Skema pembayaran properti syariah tidak bergantung kepada perkembangan suku bunga seperti skema konvensional. Harga yang telah disepakati di awal akan menjadi harga tetap walaupun sistem pembayaran yang dilakukan adalah KPR atau cicilan. Sehingga tidak ada penambahan atau pengurangan harga dalam jual beli. Singkatnya, bisnis ini tidak mengenal istilah bunga, melainkan bagi hasil.

Properti syariah juga tidak mengenal istilah denda dalam proses pembayarannya. Hal ini tentu berbeda dengan bisnis properti konvensional dimana konsumen dikenakan denda dengan jumlah tertentu ketika membayar cicilan. Sistem bunga dan denda dianggap sangat berkaitan dengan sistem riba, dimana hal tersebut bertentangan dengan ajaran Islam. Sehingga hal tersebut tidak diperbolehkan dalam sistem transaksi syariah.

Baca juga : Tanpa Riba, Apartemen Syariah Jadi Pilihan Yang Menentramkan

5. Kebijakan bagi Konsumen yang Gagal Bayar

Pada bisnis properti berkonsep syariah, sistem pembayaran dilakukan antara pengembang dan konsumen. Karena transaksi dilakukan tanpa pihak ketiga (bank), maka ketika pembeli gagal melakukan pembayaran properti dengan skema syariah, pihak pengembang berpotensi mengalami kerugian. Untuk itu, terdapat kebijakan yang ditentukan pihak pengembang jika pembeli gagal melakukan pembayaran.

Biasanya, pihak pengembang properti syariah akan memberikan kebijakan sesuai dengan syariat Islam. Misalnya, jika ada pembeli yang sedang mencicil meninggal, maka hutangnya dijatuhi ke ahli waris. Atau contoh lain, ketika pembeli tidak sanggup membayar cicilan, terdapat solusi menjual rumah secara bersama, dimana keuntungannya diambil total oleh pembeli, kemudian pengembang mengambil bagian yang menjadi sisa hutang.

Hal ini tentunya berbeda dengan sistem properti konvensional. Dalam sistem konvensional, ketika pembeli tidak mampu membayar cicilan dalam jangka waktu tertentu, maka properti dapat disita oleh pihak bank untuk dilelang.

6. Asuransi 

Asuransi merupakan salah satu aspek wajib bagi pengembang properti konvensional yang bertujuan untuk memberikan keamanan bagi pemilik properti. Sistem properti konvensional biasanya juga menggunakan asuransi untuk menanggulangi resiko kerusakan rumah akibat bencana alam maupun kecelakaan.

Namun, dalam sistem bisnis properti berwujud syariah tidak menggunakan sistem asuransi. Bagi para pengembang bisnis properti model syariah, asuransi mengandung ketidakjelasan yang tidak sesuai dengan syariat Islam. Menurup konsep syariah, akad dalam asuransi bukan berupa harta atau jasa, melainkan risiko. Sehingga tidak ada asuransi dalam sistem bisnis properti cara syariah.

Setiap sistem tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Tinggal anda yang memutuskan antara memilih sistem syariah ataupun konvensional. 

Trik Memulai Bisnis Properti dalam Koridor Syariah

Setelah mengetahui pengertian, skema bisnis properti dalam koridor syariah, serta perbedaannya dengan bisnis properti konvensional, anda bisa memilih untuk berbisnis dengan sistem syariah maupun konvensional. Jika anda tertarik untuk memulai bisnis properti dengan konsep syariah, berikut beberapa langkah yang bisa anda lakukan.

1. Berkonsultasi dengan Konsultan Berprinsip Syariah

bisnis properti syariah

Langkah pertama yang dapat dilakukan ketika memulai bisnis syariah adalah mempelajari terlebih dahulu ilmu-ilmu dalam akad syariah. Jika anda merasa belum menguasainya, anda bisa berkonsultasi dengan konsultan yang memahami prinsip syariah, terutama dalam bisnis properti.

2. Periksa Legalitas dan Perizinan

bisnis properti syariah

Setelah memahami prinsip serta aturan dalam sistem syariah, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memeriksa kelengkapan legalitas, seperti legalitas sertifikasi lahan dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Tanpa adanya legalitas yang jelas, perjanjian untuk pembangunan proyek pastinya akan terhambat

Setelah legalitas sudah lengkap, jangan lupa melengkapi proses perizinan untuk membangun properti. Mulai dari izin lokasi, izin pemanfaatan tanah, hingga terbit IMB atau Izin Mendirikan Bangunan.

3. Sediakan Dana yang Cukup

Persediaan dana juga merupakan faktor penting dalam memulai bisnis syariah, termasuk bisnis properti. Untuk itu, pengembang tidak boleh kehabisan dana selama proses pembangunan.

Salah satu cara untuk menjaga bisnis tetap berjalan tanpa unsur riba di dalamnya dapat dilakukan dengan cara memberikan persyaratan kredit kepada pengembang tanpa bunga. Sehingga bisa mendapatkan keuntungan dari nilai jual rumah

4. Perhatikan Kondisi Properti

Jangan lupa untuk memperhatikan kondisi properti yang akan dibangun dan dijual. Pehatikan lokasi serta kondisi lahan yang akan dibangun. Lokasi yang strategis serta posisi lahan yang baik akan sangat mempengaruhi penjualan properti anda.

Perhatikan juga desain serta kondisi bangunan properti. Karena dalam bisnis ini tentunya anda harus mengutamakan kepuasan pelanggan. Jika desain properti menarik dan kondisi bangunannya kuat, tentunya akan semakin menarik minat para pembeli.

5. Tetap Penuhi Prinsip Syariah

bisnis properti syariah

Terakhir, usahakan untuk tetap memenuhi prinsip syariah dalam transaksi jual beli. Karena prinsip yang digunakan adalah syariah, maka jauhkanlah bisnis anda dari sistem yang berkaitan dengan riba. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat perjanjian jual-beli bersistem syariah yang keuntungannya dapat dirasakan oleh semua pihak, baik pihak pengembang maupun pembeli.

Itulah beberapa ulasan mengenai bisnis properti syariah, mulai dari pengertian, skema, perbedaannya dengan konvensional, serta cara memulainya. Semoga artikel ini bisa membantu anda yang berencana untuk memulai bisnis properti jenis ini. Ingin memulai bisnis properti di Jakarta? Cobalah untuk melihat apartemen-apartemen terbaik Jakarta.  

Artikel Lainnya