Daftar Isi:
Berdasarkan pasal 1 angka 41 Undang-Undang (UU) 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah perbuatan atau peristiwa hukum yang mengakibatkan diperolehnya hak atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan.
Sedangkan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan adalah hak atas tanah, termasuk hak pengelolaan, beserta bangunan di atasnya, sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang pertanahan dan bangunan.
Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dikelola sebagai pajak pusat. Namun, seiring dengan perubahan regulasi, kewenangan pengelolaan BPHTB kini telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah.
Objek Pajak BPHTB dalam Jual-Beli Properti
Berdasarkan pasal 85 UU No.28/2009, Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Besaran tarifnya diatur melalui Peraturan Daerah, namun sesuai Pasal 88 UU No. 28/2009, tarif BPHTB maksimal ditetapkan sebesar 5 persen.
Pajak (NPOPTKP). Transaksi yang dikenai BPHTB meliputi berbagai jenis pemindahan hak, seperti jual beli, hibah, warisan, pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain, pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan, dan penunjukan pembeli dalam lelang.
Selain itu, pemberian hak baru atas tanah dan bangunan, baik melalui kelanjutan pelepasan hak maupun di luar pelepasan hak, juga menjadi objek BPHTB. Hal ini menunjukkan luasnya cakupan BPHTB dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan peralihan atau pemberian hak atas tanah dan bangunan.
Tanggung Jawab Pajak: Pembeli dan Penjual
Tanggung jawab pajak tidak hanya ada di pihak pembeli. Penjual, sebagai penerima hasil lelang, juga memiliki kewajiban membayar Pajak Penghasilan (PPh). Dengan pembagian ini, baik pembeli maupun penjual memiliki peran dalam memenuhi kewajiban perpajakan sesuai aturan yang berlaku.
Penjual tanah wajib membayar Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 2,5% dari total nilai pengalihan hak atas tanah sebelum mendapatkan Akta Jual Beli (AJB). Jika PPh tidak dibayarkan, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) berhak menolak membuat AJB, sehingga transaksi tidak dapat disahkan.
Ketidakpatuhan ini dapat memicu sengketa tanah di masa depan, meskipun ada bukti kwitansi jual beli. Oleh karena itu, pelunasan PPh adalah syarat penting dalam proses jual beli tanah dan menjadi tanggung jawab penuh penjual sesuai aturan yang berlaku.
Baca juga: Cara balik nama sertifikat tanah
Bagaimana Cara Menghitung BPHTB?
Pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dihitung dengan mengalikan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).
NPOPTKP adalah nilai pengurang sebelum tarif BPHTB diterapkan. Besarnya NPOPTKP ditentukan oleh Peraturan Daerah, tetapi menurut Pasal 87 Ayat 4 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009, minimalnya adalah Rp60.000.000,00 per Wajib Pajak.
Perhitungan BPHTB sebenarnya cukup sederhana jika mengikuti formula yang telah ditentukan. Selain BPHTB, apakah ada pajak lain yang dikenakan pada transaksi tersebut? Untuk lebih jelasnya, mari kita simak melalui contoh berikut.
Pak Budi, warga Kota Tangerang Selatan, membeli rumah di Kecamatan Pondok Aren pada tahun 2023 dari Pak Ridwan, pemilik properti tersebut. Rumah ini memiliki luas tanah 180 meter persegi dengan luas bangunan 100 meter persegi.
Setelah negosiasi, Pak Budi berhasil membeli rumah tersebut dengan harga Rp2,1 miliar dari harga penawaran awal Rp2,5 miliar. Lantas, berapa BPHTB yang harus dibayar oleh Pak Budi?
Rumus perhitungan BPHTB adalah:
(Nilai Transaksi – NPOPTKP) x Tarif BPHTB Daerah
- Nilai Transaksi: Rp2.100.000.000,00
- NPOPTKP Kota Tangerang Selatan: Rp60.000.000,00
- Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak: Rp2.040.000.000,00
- Tarif BPHTB Kota Tangerang Selatan: 5 persen
Besaran BPHTB yang terutang:
5 persen x Rp2.040.000.000,00 = Rp102.000.000,00
Pak Budi wajib membayarkan Rp102 juta ke Kas Penerimaan Pemerintah Daerah sebagai BPHTB, yang merupakan konsekuensi dari peralihan hak atas tanah dan bangunan tersebut.
Selain BPHTB yang menjadi tanggungan pembeli, transaksi jual beli properti juga dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) yang menjadi kewajiban Pak Ridwan sebagai penjual. Pada umumnya, penjual sering kali meminta pembeli untuk mengurus seluruh kewajiban perpajakan, sehingga penjual hanya menerima hasil bersih setelah pemotongan pajak. Oleh karena itu, penting bagi Anda untuk memahami bagaimana PPh dihitung agar dapat mengelola transaksi dengan baik.
Mengacu pada contoh sebelumnya:
- Nilai Transaksi: Rp2.100.000.000,00
- Tarif PPh atas Penjualan Tanah/Bangunan: 2,5 persen dari nilai transaksi
Perhitungan PPh Pak Ridwan:
2,5 persen x Rp2.100.000.000,00 = Rp52.500.000,00
Dengan demikian, PPh yang harus disetorkan ke Kas Penerimaan Negara oleh Pak Ridwan adalah sebesar Rp52,5 juta. Pajak ini merupakan bagian dari hak Pemerintah Pusat atas penghasilan yang diperoleh penjual dari transaksi pelepasan aset tanah dan bangunan.
Untuk perhitungan pajak ini, Anda juga dapat memanfaatkan berbagai alat perhitungan pajak online yang disediakan oleh pemerintah daerah maupun platform perpajakan lainnya. Fasilitas ini sangat membantu, terutama bagi wajib pajak yang mungkin tidak terlalu familiar dengan peraturan dan rumus perhitungan yang berlaku.
Dengan mengakses kalkulator pajak online, Anda hanya perlu memasukkan informasi terkait transaksi properti dan sistem akan secara otomatis menghitung BPHTB yang terutang berdasarkan tarif yang berlaku di daerah tersebut.
Sistem Pembayaran BPHTB Online
Seiring perkembangan teknologi, beberapa daerah di Indonesia telah mempermudah dan menyederhanakan proses pembayaran, pelaporan, dan pengawasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) melalui sistem E-BPHTB. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan keamanan transaksi, memudahkan wajib pajak, serta mempercepat proses administrasi perpajakan.
Salah satu daerah yang sudah menerapkan sistem pembayaran BPHTB secara online adalah DKI Jakarta. Berdasarkan Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 34 Tahun 2022, pemerintah provinsi Jakarta memfasilitasi seluruh proses pembayaran, pelaporan, pelayanan, dan pengawasan BPHTB secara elektronik. Untuk melakukan pembayaran atau pelaporan BPHTB di Jakarta, wajib pajak cukup mengakses link resmi ebphtb.jakarta.go.id.
Bagi daerah lainnya, informasi lebih lanjut mengenai penerapan E-BPHTB dapat ditemukan melalui situs resmi pemerintah daerah masing-masing.
Memahami cara kerja BPHTB serta kewajiban yang terutang bagi pembeli dan penjual sangat penting dalam setiap transaksi properti. Dengan informasi yang jelas dan proses yang dipermudah, diharapkan para pembeli maupun penjual dapat menghindari kendala yang berpotensi timbul di kemudian hari.
Jika Anda sedang mempertimbangkan untuk membeli properti atau tanah, jangan lewatkan kesempatan untuk mengetahui lebih lanjut tentang pilihan investasi terbaik di pasar. Selain itu, bagi Anda yang mencari tempat tinggal sementara sebelum membeli properti, Jendela360 menawarkan berbagai pilihan apartemen sewa dengan fasilitas lengkap dan harga yang kompetitif.
Segera kunjungi Jendela360 untuk menemukan apartemen yang sesuai dengan kebutuhan Anda!
